Paket Wisata Jawa Tengah | Paket Wisata Semarang | Karimunjawa | Rafting: wisatalainnya
Headlines News :

Latest Post


Tampilkan postingan dengan label wisatalainnya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisatalainnya. Tampilkan semua postingan

Gedung Marabunta Semarang

Sebagai salah satu Bangunan Kuno di Kota Semarang, Gedung Marabunta memiliki ciri yang unik, yaitu adanya patung semut raksasa di atapnya. Tanggal didirikanya bangunan ini belum dapat dipastikan, tetapi ada beberapa dugaan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Pada tahun 1854 di kalangan masyarakat Eropa berdiri sebuah pementasan tetap yang dikatakan berlangsung sebulan sekali.

Kemungkinan besar Marabunta sudah ada pada masa itu dan dipakai oleh perkumpulan ini dan perkumpulan yang lain untuk mementaskan karya seni drama. Dugaan ini diperkuat oleh gaya bangunan lengkung busur dan kolom langsing yang ada di dalam auditorium merupakan dua hal yang digemari pada sampai dengan akhir abad yang lalu. Sistem dinding menyangga dan pasangan bata rollag di atas ambang pintu maupun jendela juga dapat memperkuat dugaan tersebut.

Bagaimanapun, Marabunta mempunyai arti penting dalam perkembangan seni pentas terutama drama, tari dan musik di Semarang. Gedung cantik Marabunta ini pernah menjadi tempat pertunjukan seorang spionase wanita cantik bernama Matahari. Pada awal kemerdekaan setelah tidak dipakai lagi sebagai gedung pertunjukan, gedung ini ditempai oleh yayasan Empat Lima, yang anggotanya antara lain almarhum mantan presiden Suharto dan almarhum Supardjo Rustam. Yayasan ini kemudian berganti nama menjadi Yayasan Kodam.

Gedung Marba, Kota Lama Semarang

Gedung Marba yang terletak di salah satu sudut kota lama, seberang Taman Srigunting, tepatnya Jalan Let. Jend. Suprapto No 33 Semarang ini dibangun pada pertengahan abad XIX, merupakan bangunan 2 lantai dengan tebal dinding ± 20 cm. Bangunan ini berdiri sekitar pertengahan abad XIX. Pembangunan ini diprakarsai oleh MARTA BADJUNET, seorang warga negara Yaman, merupakan seorang saudagar kaya pada jaman itu. Untuk mengenang jasanya bangunan itu dinamai singkatan namanya MARBA. Gedung ini awalnya digunakan sebagai kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Selain kantor tersebut digunakan pula untuk toko yang modern dan satu-satunya pada waktu itu , DE ZEIKEL. Setelah pensiun, perusahaan pelayarannya dipegang oleh anaknya MR MARZUKI BAWAZIR. Agak disayangkan gedung kuno yang eksotis ini saat ini tidak ada aktivitasnya dan digunakan untuk gudang.
Sumber : seputar semarang

Duderan, Tradisi Warisan Tempo Dulu

foto : mediaindonesia
Duderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang, dulu dugderan merupakan sarana informasi Pemerintah Kota Semarang kepada masyarakatnya tentang datangnya bulan Ramadhan. Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder, diambil dari perpaduan bunyi dugdug, dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan dengan derr.

Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum dugderan, karnaval yang diikuti oleh pasukan merahputih, drumband, pasukan pakaian adat “BINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai potensi kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak Ngendok sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga kulit sisik emas, visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan festival warak dan Jipin Blantenan.

Sejarah "Dugder"
Sudah sejak lama umat Islam berbeda pendapat dalam menentukan hari dimulainya bulan Puasa, masing-masing pihak biasanya ingin mempertahankan kebenarannya sendiri-sendidi, hal tersebut sering menimbulkan beberapa penentuan dimulainya puasa ini mendapat perhatian yang berwajib. Hal ini terjadi pada tahun 1881 dibawah Pemerintah Kanjeng Bupari RMTA Purbaningrat.Beliaulah yang pertama kali memberanikan diri menentukan nulainya hari puasa, yaitu setelah Bedug Masjid Agung dan Maeriam di halaman Kabupaten dibunyikan masing-masing tiga kali. Sebelum membunyikan bedug dan meriam tersebut, diadakan upacara dihalaman Kabupaten
Adanya upacara Dug Der tersebut makin lama makin menarik perhatian masyarakat Semarang dan sekitarnya, menyebabkan datangnya para pedagang dari berbagai daerah yang menjual bermacam0macam makanan, minuman dan mainan anak-anak seperti yang terbuat dari tanah liat ( Celengan, Gerabah), mainan dari bambu ( Seruling, Gangsingan), mainan dari kerta (Warak Ngendog)

Jalannya Upacara
Sebelum pelaksanaan dibunyikan bedug dan meriam di Kabupaten, telah dipersiapkan berbagai perlengkapan berupa :
  1. Bendera
  2. Karangan bunga untuk dikalungkan pada 2 (dua) pucuk meriam yang akan dibunyikan.
  3. Obat Inggris (Mesiu) dan kertas koran yang merupakan perlengkapan meriam
  4. Gamelan disiapkan di pendopo Kabupaten.

Adapun petugas yang harus siap ditempat :
  1. Pembawa bendera
  2. Petugas yang membunyikan meriam dan bedug
  3. Niaga ( Pengrawit)
  4. Pemimpin Upacara, biasanya Lurah/Kepala Desa setempat.
Upacara Dug Der dilaksanakan sehari sebelum bulan puasa tepat pukul 15.30 WIB.Ki Lurah sebagai Pimpinan Upacara berpidato menetapkan hari dimulainya puasa dilanjutkan berdoa untuk mohon keselamatan. Kemudian Bedug di Masjid dibunyikan 3 (tiga) kali. Setelah itu gamelan Kabupaten dibunyikan dengan irama MOGANG.

Prosesi "Dugder"
Meskipun jaman sudah berubah dan berkembang namun tradisi Dug Der masih tetap dilestarikan. Walaupun pelaksanaan Upacara Tradisi ini sudah banyak mengalami perubahan, namun tidak mengurangi makna Dug Der itu sendiri. Penyebab perubahan pelaksanaan antara lain adalah pindahnya Pusat Pemerintahan ke Balaikota di Jl Pemuda dan semakin menyempitnya lahan Pasar Malam, karena berkembangnya bangunan-bangunan pertokoan di seputar Pasar Johar.Upacara Tradisi Dug Der sekarang dilaksanakan di halaman Balaikota dengan waktu yang sama, yaitu sehari sebelum bulan Puasa. Upacara dipimpin langsung oleh Bapak Walikota Semarang yang berperan sebagai Adipati Semarang.Setalah upacara selesai dilaksnakan, dilanjutkan dengan Prosesi/Karnaval yang diikuti oleh Pasukan Merah Putih, Drum band, Pasukan Pakaian Adat “ Bhinneka Tunggal Ika “, Meriam, Warak Ngendog dan berbagai kesenian yang ada di kota Semarang.
Dengan bergemanya suara bedug dan meriam inilah masyarakat kota Semarang dan sekitarnya mengetahui bahwa besok pagi dimulainya puasa tanpa perasaan ragu-ragu.

Pasar Johar Semarang

Merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal. Terdiri dari empat blok bangunan yang disatukan oleh gang selebar 8.00 meter. Orientasi bangunan kearah timur. Pasar Johar merupakan bangunan dua lantai hanya pada bagian tepi, sedangkan bagian tengah berupa void. Sisi melintang bangunan terdiri dari enam buah trafe, dan sisi membujur memiliki empat buah trafe. Pondasi dari batu, struktur dari beton bertulang, dengan sistem cendawan pada kolom-kolom. Kolom memiliki modul 6.00 meter dengan penampang berupa persegi delapan. Kolom seperti ini dinamakan kontruksi jamur (mushroom). Atap berupa atap datar terbuat dari beton. Pada bagian tertentu dari atap, diadakan peninggian sebagai lubang udara. Bangunan ini memenuhi tapak yang tersedia, sehingga tidak terdapat halaman ataupun ruang terbuka. Hal ini sesuai dengan prinsip Thomas Karsten yaitu efisien ruang. Disebelah utara Pasar Johar terdapat Pasar Yaik Permai yang dibangun belakangan; sebelah timur terdapat SCJ (Shoping Center Johar) yang selesai tahun 1994; dan sebelah selatan terdapat Kali Semarang.

Sejarah Pasar Johar dimulai lebih dari seabad yang lalu. Pada tahun 1860 terdapat pasar yang menempati bagian timur alun-alun ini dipagari oleh deretan pohon johaar ditepi jalan. Kiranya inilah nama Pasar johar itu lahir. Lokasi pasar ada disebelah barat pasar Semarang yang diseebut pula Pasaar PEdamaran, dan berdekatan pula dengan penjara sehingga menjadi tempat menanti orang yang menengok kerabat dan kenalan yang dipenjara. Pasar Johar menjadi semakin ramai dan memerlukan perluasan ruang. Setelah melalui proses pengkajian, akhirnya diadakan perluasan Pasar Johar dengan menebang pohon johar dan membangun los baru. Sampai dengan saat pasar ini masih dimiliki oleh pertikelir (swasta). Pada tahun 1931 gedung penjara tua yang terletak didekat pasar johar dibongkar sehubungan dengan rencana pemerintah kota praja mendirikan Pasar Central modern. Pasar Central kemudian memang didirikan dengan tujuan mempersatukan fungsi lima pasar yang telah ada, yaitu pasar johar pedamaran, benteng, jurnatan dan pekojan. Adapun tapak pasar yang akan direncanakan melihat tapak pasar pedamaran, pasar johar, ditambah tapak rumah penjara, beberapa toko, sebagian halaman KAnjengan dan sebagian alun-alun.

Pada tahun 1933 dibuatlah usulan rancangan pertama oleh Ir. Thomas Karsten, yang bentuk dasarnya menyerupai Pasar Jatingaleh dengan ukuran lebih besar. Pada tahap ini terdapat susunan atap datar beton dengan bagian tertinggi berada di pusat. Bagian kulit dibuat bertingkat, mengingat harga tanah yang sudah tinggi dikawasan tersebut. Namun demikian rancangan tersebut diubah pada tiga tahun berikutnya dengan tujuan untuk mengadakan efisiensi. Karena belum memenuhi keinginan, maka rencangan inipun diubah kembali dengan gagasan konstruksi cendawa kembali dimunculkan. Rencana yang terakhir inilah yang jadi dibangun. Konon kabarnya pasar johar pernah tersohor sebagai pasar yang terbesar dan tercantik di asia tenggara. Pada tahun 1960-an pernah diadakan perubahan berupa penempelan dinding tambahanpada sekeliling pasar. Hal ini menyebabkan tampilan arsitektur tidak serasi serta sistem penghawaan yang kurang lancar.

Segarkan Pikiran Anda di Daerah Selatan Bandung

KAWAH PUTIH
kawah putih bandung
Berada di kab Bandung yang terletak di Rancabali sekitar 44 km dari Kota Bandung, tepatnya di Desa Sugih Mukti Kecamatan Pasir Jambu. Lokasi wisata yang paling menarik di selatan Bandung adalah Kawah Putih dan Situ Patenggang dengan panorama perkebunan teh yang berudara sejuk. Kawah Putih adalah sebuah danau kawah dari Gunung Patuha dengan ketinggian 2.434 m dari permukaan laut. Kawah lainnya berada puncak sebelah barat. Kawah ini terbentuk akibat letusan pada abad 10 dan 12. Kawah ini memiliki kadar keasaman belerangnya yang sangat tinggi di dunia. Makanya tak heran kalau didaerah ini dahulu pernah dibangun pabrik belerang. Kawah Putih mirip danau yang dikelilingi dinding bukit terjal namun di bagian lain agak landai menyerupai pantai sehingga pengunjung dapat berjalan ke tepinya dan menyentuh air kawah yang mengandung belerang. Warna air kawah berubah-berubah tergantung kandungan mineralnya saat itu, kadang memutih seperti ditutupi salju, kadang berwarna hijau kebiru-biruan.

SITU PATENGGANG
situ patenggang bandung
Danau ini terletak di perkebunan teh Rancabali, 47 km dari kota Bandung, Dapat ditempuh dari terminal Leuwih Panjang di Bandung, kawasan ini merupakan tempat wisata yang sejuk. Disekitar danau di kelilingi perkebunan teh dimana terdapat lahan perkemahan yang banyak dikunjungi kaum remaja dimasa liburan sekolah dan juga lokasi ini ramai dikunjungi orang pada hari libur dimana pengunjung dapat bermain sepeda air mengeliligi danau. Ditengah danau ini terdapat pulau asmara dan didalamnya terdapat batu cinta. Adapun Legenda Batu Cinta yaitu : di kaki gunung patuha yang udaranya sejuk, serta panorama alamnya yang indah, terbentang sebuah danau. Danau ini mengisahkan dua insan yang telah lama berpisah (Ki Santang dan Dewi Rengganis). Karena Asmaranya yang begitu dalam akhirnya mereka di pertemukan kembali di sebuah tempat yang sampai sekarang di sebut Batu Cinta. Batu inilah yang menjadi saksi bisu dipertemukan kembali cinta mereka.

Taman Rekreasi Margasatwa (TRMS) Seruling Mas, Banjarnegara

Taman Rekreasi Margasatwa (TRMS) Seruling Mas terletak di kompleks Makam Ki Ageng Selamanik, di Lembah Sungai Serayu, kurang dari 1 kilo meter utara kota Banjarnegara. Sarana wisata yang ada di Taman Rekreasi Margasatawa Selamanik Seruling Mas antara lain : Taman satwa lengkap, kolam renang dengan waterboom-nya, Arena permainan anak, Panggung hiburan, Wisata arena pemancingan umum, juga terdapat Makam Ki Ageng Selomanik yang dikeramatkan.

Beberapa satwa yang ditangkarkan antara lain : Singa, Gajah, Harimau, Ular, Orang Utan, berbagai jenis burung, dan lain-lain. Disediakan pula fasilitas wisata menunggang gajah keliling taman dengan dipandu seorang pawang. Kolam renang cukup memadai, terdiri atas 3 bagian kolam untuk anak-anak dan orang dewasa, serta fasilitas mandi / bilas. Makam Ki Ageng Selomanik yang merupakan keturunan Raja Mataram pun sering dikunjungi wisatawan.

Taman rekreasi ini dilintasi oleh aliran Sungai Serayu yang menambah keindahan pemandangan taman. Sangat diminati oleh anak-anak dan remaja, pada hari-hari libur atau liburan sekolah obyek wisata ini selalu padat pengunjung. Untuk memeriahkan suasana di panggung hiburan diadakan pentas kesenian daerah dan pentas musik yang dapat dinikmati wisatawan sambil duduk-duduk di bawah pohon rindang di arena bawah panggung.
Kebun binatang itu satu-satunya di Karesidenan Banyumas. Diresmikan Menparpostel (Alm.) Soesilo Sudarman yang saat itu Ketua Yayasan ”Seruan Eling Banyumas” (Serulingmas) pada 24 Agustus 1997. TRMS Serulingmas sangat mudah dijangkau. Pengunjung bisa naik kendaraan umum seperti angkot dan delman dari kota Banjarnegara. Atau bagi yang menggunakan kendaraan pribadi, hanya 10 menit dari alun-alun kota, ambil arah barat ke “Perempatan Buntil”, kanan (Jl. A Yani), pertigaan Rumah Sakit ambil kiri, lurus terus (Jl. Selamanik) sekitar 500 meter, dan beberapa meter dari Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar Kabupaten Banjarnegara) di kanan jalan, pengunjung dapat memarkir kendaraan di tempat yang sudah disediakan itu.

Di taman ini pula dapat dinikmati minuman khas, yaitu Dawet Ayu Banjarnegara. Konon minuman cendol dengan Gula Jawa asli dicampur santan dan nangka ini membuat orang yang meminum akan merasa lebih muda 10 tahun. Bagi kaum wanita, apabila suka meminumnya akan kelihatan lebih ayu. (mujipras).

satu – satunya kebun binatang yang ada di karsidenan basnyumas nih… katrok banget lah kalau ga berkunjung kesana…haha..visit banjarnegara…!!!!

Sumber : ngapakgokil.wordpress.com

Telaga Merdada Dieng, Banjarnegara

Dengan luas 15 ha telaga Merdada memiliki daya tarik tersendiri karena dikelilingi oleh tebing dan bukit yang kakinya melandai sampai ke tepian air. Di sebelah timur terdapat barak budidaya jamur dan carica dan daerah sekitarnya digunakan untuk pertanian.
Dalam cerita wayang alkisah ada seorang resi Gautama yang berputera tiga yaitu putra kembar Guwarso dan Guwarsi serta putri Anjani, putera kembarnya senang berburu kijang yang nantinya diberikan pada adiknya. Suatu ketika Dewi Anjani merenung dan melihat cupu manik Astagina (semcam cangkir milik Dewa) akhirnya ketiga putra Resi Gautama saling berebut akhirnya cupu manik tersebut dilempar oleh resi Gautama siapa yang dapat menangkap maka dia yang berhak memiliki namun bagian bawah cangkir (merdadi) terjatuh dan menjadi telaga Merdada karena kelelahan maka ketiga anaknya masuk kedalam telaga untuk menyejukkan badan namun ketika keluar wajah mereka berubah menjadi kera. Dari sini mereka menyadari sikap serakah dalam diri masing-masing sehingga memutuskan untuk bertapa dan mendarmabaktikan seluruh kemampuan kepada sesamanya.
Didekat telaga Merdada terdapat telaga Dringo dan telaga Nila yang pada tahun 1979 pernah terjadi musibah meletusnya gas beracun dan gempa hingga ke desa Simbar dan Kapucukan sehingga menewaskan 149 jiwa.
Sumber : Polaris Tour

Wana Wisata Bandungan

Lokasi Kelurahan Bandungan,Kecamatan Ambarawa Jarak Bandungan - Kota Ungaran 12km, Bandungan - Kota Ambarawa 7km, Bandungan-Kota Semarang 23km.
Daya Tarik :
  • Wisata alam
  • Wisata Olah Raga (kolam renang,lapangantenis)
  • Pusat Pembelanjaan sayuran dan buah-buahan
  • Taman Bunga
  • Tempat Peristirahatan
  • Pasar Maya(Pasar Buah dan Sayur)

Siwarak (tirtoargo) Semarang

Lokasi Di Desa Siwarak, Kecamatan Ungaran Jarak Siwarak-Kota Ungaran 2km Siwarak-Kota Semarang 23km. Daya Tarik : Kolam renang dengan air alam yang bersih dan sehat Pemandian alam yang indah Tempat kolam pemancingan Fasilitas : Warung makan dan aneka makanan khas. Dekat dengan hotel indrakila

Lawang Sewu Semarang

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelmina Plein.

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu). Ini dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang banyak sekali (dalam kenyataannya pintu yang ada tidak sampai seribu, mungkin juga karena jendela bangunan ini tinggi dan lebar, masyarakat juga menganggapnya sebagai pintu).

Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Jawatan Kereta Api Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Perhubungan Jawa Tengah.

Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945) di gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan SK Wali Kota 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.

Saat ini bangunan yang berusia 181 tahun tersebut kosong dan bereputasi buruk sebagai bangunan angker dan seram. Sesekali digunakan sebagai tempat pameran, di antaranya Semarang Expo dan Tourism Expo.Pernah ada juga wacana yang ingin mengubahnya menjadi hotel. Pada tahun 2007, bangunan ini juga dipakai untuk film dengan judul yang sama dengan bangunannya.

Sumber : Wikipedia

Api Abadi Merapen

Pada akhir Majapahit, berdirilah kerajaan Demak yang didirikan Raden Patah dibantu oleh para Wali dan guru agama. Akhirnya oleh Prabu Brawijaya, Raden Patah diijinkan dan bahkan diangkat menjadi Bupati di Bintara Demak pada tahun 1503. Kemajuan Bintara sangat pesat dan pengaruhnya sampai menyusup ke daerah Majapahit. Beberapa bangsawan Majapahit sudah mulai masuk Islam. Tahun 1509 Raden Patah diangkat sebagai Sultan Demak dengan Gelarnya Sultan Jimbun Ngalam Akbar atau Panembahan Jimbun. Dia memerintah sampai tahun 1518 dan digantikan oleh Adipati Umus (1518 – 1521). Usaha penaklukan Majapahit baru terlaksana pada tahun 1525, yaitu pada masa kekuasaan Sultan Trenggono ( 1521 – 1546 ).
Dengan keruntuhan Majapahit tahun 1525, maka kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam di Jawa menjadi penguasa tunggal. Sedang sisa - sisa penguasa Majapahit yang tidak mau tunduk ke Demak memindahkan pusat kerajaannya ke Sengguruh. Ada pula yang menyingkir ke Ponorogo dan lereng Gunung Lawu.

Setelah R. Patah menjadi raja dia mulai menata wilayah kerajaan. Kota Demak dijadikan pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan pusat pendidikan dan penyebaran agama Islam ke seluruh Jawa. Sebagai lambang negara Islam dibangunlah sebuah masjid Agung yang merupakan perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Hindu.

Ekspedisi pemboyongan dipimpin oleh Sunan Kalijaga tampak berjalan lancar. Setelah sampai di Mrapen mereka merasa sangat lelah. Kemudian rombongan itu beristirahat disitu. Karena tidak ada air untuk minum, maka Sunan Kalijogo bersemedi memohon kepada Tuhan diberi air untuk minum para pengikutnya. Tongkat wasiatnya ditancapkannya ke tanah, kemudian dicabutnya. Tetapi yang keluar bukan air namun api yang tidak dapat padam (Api Abadi). Sejak itulah tempat itu disebut Mrapen.

Kemudian di tempat lain dilakukan hal yang sama dan keluarlah pancuran air yang jernih, yang dapat diminum. Demikian rombongan itu minum dan setelah hilang lelahnya mereka melanjutkan perjalanannya ke Demak. Sesampainya di Demak barang - barangnya yang dibawa diteliti. Ternyata ada yang ketinggalan di Mrapen, berupa sebuah ompak (alis tiang). Sunan Kalijaga menyatakan ompak itu tidak perlu diambil sebab nantinya akan banyak gunanya. Batu ompak itu kemudian dikenal dengan Watu Bobot.

Suatu ketika Sunan Kalijaga mengajak Jaka Supo pergi ke hutan mencari kayu jati yang cocok untuk dibuat "Saka Guru“ Masjid Agung Demak. Jaka Suko adalah Putra Tumenggung Mpu Supodriyo, seorang Wedana Bupati Mpu (tukang membuat alat perang dari besi) Kerajaan Majapahit. Pada waktu itu Jaka Supa sendiri telah menjabat sebagai jajar Mpu walaupun dia abdi Majapahit, tetapi dia telah belajar agama Islam pada Sunan Kalijaga.

Selama Sunan Kalijaga mengembara di hutan mencari kayu tersebut, dia berjumpa dengan Dewi Rasa Wulan yang sedang “Tapa Ngidang“. Dewi Rasa Wulan sebenarnya adalah adiknya sendiri yang lari dari Kadipaten Tuban, karena ditawari untuk menikah tidak mau. Oleh Sunan Kalijaga, Dewi Rasa Wulan diajak ke Tuban. Di Tuban dia dikawinkan dengan Jaka Supa.

Pada suatu pagi, ketika Jaka Supa yang telah bernama Mpu Supa “Memadai” ( bahasa Jawa : Mandhe ) membuat keris, datanglah Sunan Kalijaga untuk minta kepada Jaka Supa membuat sebuah keris yang baik. Sunan memberinya bahan berupa besi sebesar biji asam (sak klungsu) Jaka Supa heran, dapatkah besi yang sekian besarnya dapat dibuat keris ? tetapi setelah dipegang ternyata besi itu sangat berat dan berubah menjadi sebesar Gunung. Mpu Supa sangat takut kepada Sunan Kalijaga, maka apa yang menjadi perintah Sunan Kalijaga dikerjakan. Sunan Kalijaga memerintahkan supaya keris dibuat di Mrapen. Maka Mpu Supa pergi ke Mrapen membuat keris tersebut. Untuk pembakarannya digunakan api abadi. Watu Bobot digunakan sebagai landasannya. Sedang air sendang juga digunakan sebagai penyepuhnya. Aneh, air yang tadinya jernih setelah dipakai untuk menyepuh keris berubah warna menjadi kuning kecoklat - coklatan sampai sekarang.

Setelah keris itu jadi, dalam Serat Babad Demak (M. Atmo Darminto, 1962 : 55 – 56) dinyatakan : (tembang Dandang Gula) :

Sunan Kali angandika aris, Sunan arani kris dapur Sengkelat, dene kris abang warnane, nanging iki tan patut, dipun angge wong laku santri, iki pantes kagema, mring patingginipun, negaraning pulo Jawa, wus pinasthi besuk dadi pusaka ji, kang mengku nusu Jawa.

Lah pundhinen jebeng ingkang becik, bokmanawa Siradarbe darah, kang mengku nusa Jawane, nulya simpenen tinampen gupuh, mring Ki Supa dhuwung pinundhi, dohing maling jeng Sunan, gawekena ingsun, cothen pranti pembelehan, ingkang pantes dianggo wong laku santri, mengko sun golek tosan.
Sumber : http://www.grobogan.com/

Bledug Kuwu Kab. Grobogan

Masyarakat Grobogan Purwodadi sudah tidak asing lagi akan adanya “bledhug kuwu“ tersebut, sebab obyek Bledhug Kuwu telah menjadi obyek wisata alam yang menarik di daerah tersebut. Keajaiban alam berupa “plembungan endhut“ yang meletus ( bledhug ) dengan suara letusan yang cukup keras ini memang benar - benar ajaib. Bledhug itu sepanjang zaman tidak putus - putusnya terjadi dilokasi tanah seluas kurang lebih 40 Ha. Bledhug itu ada yang sangat besar, bahkan ada yang sebesar rumah penduduk.

Menurut cerita tutur, bledhug itu terjadi karena ulah Jaka Linglung, Putra Aji Saka atau Prabu Jaka dari kerajaan Medang Kamulan.

Pada satu ketika Jaka Linglung yang berwujud ular naga itu disuruh Aji Saka atau Prabu Jaka membunuh Dewata Cengkar yang telah berubah rupa menjadi seekor buaya putih yang sangat besar, sebagai syarat untuk diakui sebagai anaknya. Jaka Linglung berangkat ke laut selatan tempat Dewata Cengkar bertahta. Dia tidak sabar melalui darat, maka dia melalui dalam tanah, jalan yang dilalui oleh Jaka Linglung itu akhirnya berubah menjadi “tanah lendhut“ Bledhug yang terjadi adalah nafas Jaka Linglung selama dalam perjalanan itu. Jadi menurut kepercayaan orang, ada hubungan bledhug itu dengan laut selatan.
Kenyataan sampai sekarang, air dari bledhug itu mengandung garam dan ditambang oleh penduduk sekitarnya sebagai tambang garam yang diambil dari air bledhug tersebut.

Selanjutnya cerita Jaka Linglung menurut cerita Aji saka, adalah sebagai berikut : Dalam serat primbon Jayabaya ( hal. 23 - 24 ) terdapatlah pasal yang menyebutkan tentang perginya Prabu Esaka dalam bab V Piwulang Dewa, yang berbunyi :

Pun Jaka sengkala anakipun Empu Anggejali, patutan saking Dewi Saka, Putranipun Raja Sarkil ing pulo Najran Sareng Jaka Sengkolo jumeneng nata, jejuluk Sang Aji Saka jengkar saking negaripun lajeng Nga Jawi, tanpo wonten ing redi kandha ( kendeng ? ) tlatah banyuwangi jejuluk Empu Sengkala. Anuju ing Surya Adam, tahun 5164, Chandra 5316, Empu Sengkala macak titimangsa tahun jawi : kaeteng tahun Candra - Sengkala I Warsa. Tahun Rum anuju angka 444 warsa. Tahun Adam tahun Surya 5161 warsa. Tahun Masehi 78 jumenengan nata.

Aji Saka ke tanah Jawa dengan keempat orang muridnya. Di tanah Jawa dia mendirikan perguruan di ujung kulon. Kemudian mengembara sampai ke Galuh. Disini murid - muridnya ditinggalkannya, dan dia terus mengembara ke arah timur. Sampailah dia ke Medang Kamulan, tempat Prabu Dewata Cengkar, raja yang gemar makan manusia, bertahta

Menurut serat Sindula ( Babat pajajaran, naskah carik ) negara Medang Kamulan dikuasai oleh seorang raja raksasa yang gemar makan manusia, bernama Prabu Dewata Cengkar. Akibat ulah raja itu rakyat menjadi sangat susah, sebab tiap hari harus dapat menyerahkan seorang manusia sebagai santapannya. Prabu Dewata Cengkar itu adalah putra Prabu Sindula, titisan Dewa Wisnu ke dunia di negara Galuh. Prabu Dewata Cengkar berontak kepada ayahnya Prabu Sidula kalah dan Moskwa Dewata Cengkar menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja Galuh. Kerajaan dipindahkan ke Medang Kamulan.

Sementara itu dalam pengembaraan Aji Saka sampailah ke Negara Medang Kamulan itu. Aji Saka datang ke rumah janda sengkeran, seorang janda patih di Medang Kamulan. Disitu, sebagai seorang guru (Brahmana) dia banyak mengajarkan ilmu sastra, ilmu penitisan dan ilmu pengetahuan agama. Dari cerita janda sengkeran diketahui bahwa dalam negara Medang Kamulan sedang dilanda kesusahan yang besar, sebab ulah prabu Dewata Cengkar yang gemar makan manusia. Sebagai seorang Brahmana Aji Saka ingin melepaskan rakyat Medang dari kesengsaraan itu. Maka dia minta kepada janda Sengkeran agar dia haturkan kepada Prabu Dewata Cengkar untuk dijadikan santapannya. Karena kehendak Aji Saka itu tidak dapat dihalangi oleh janda sengkeran, akhirnya Aji Saka dihaturkan ke Prabu Dewata Cengkar untuk dijadikan santapannya .

Di hadapan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka menyatakan mau disantap oleh Sang Prabu asal dapat meluluskan satu permintaannya, yaitu minta tanah seluas kain ikat kepalanya. Sang Prabu tidak keberatan meluluskan permohonan tersebut .

…. Pan apurun dados dhaharing Sang Nata, nanging dharber prajanji nuwun bumi medhang, sawijare kang dhestar, bumi dhen suwun sumiyeh, yen sampun tanpa semonggo karso aji. Serat (Sindula : 17) Demikianlah permohonan Aji Saka tersebut dikabulkan. Destar (Ikat Kepala) diminta oleh prabu Dewata Cengkar, kemudian ditebarkan (dijereng), ternyata kain ikat kepala itu menutupi seluruh daerah Medang Kamulan karena kalah janji, maka Prabu Dewata Cengkar beserta prajuritnya yang setia diusir dari Negeri Medang terjadilah perang yang hebat dan Prabu Dewata Cengkar terpojok di pantai laut selatan, akhirnya dia menceburkan diri ke laut, dan berubah menjadi buaya putih yang merajai laut selatan.

Dyan Dewata cengkar salah kedaden, pan dadi baya putih wis kena ing papa, ceritane kang rama gengiro ka giri - giri, lir endra suta kagila - gila ngajrihi .( Ibit : 18 ) .

Di laut selatan Dewata Cengkar mendirikan kerajaan manusia. Patihnya bernama Adipati Gajah Mina : Bupati Ki Tumenggung Mamprang : prajurit : Haryo Lodan, Ronggo saradulo demang Wikridipo : Ki Pandelengan mina : Santono Tumenggung Mamprang, Harya Kaluyu, Raden Saradula; Demang Wikridipo : Ki Pandelegan Mina : Santapan Tumenggung Mamprang hanya terdapat dua raja yaitu Ratu Kidul dan Prabu Dewata Cengkar. Keduanya saling berebut pengaruh dan saling ingin berkuasa.

Demikianlah setelah Dewata Cengkar kalah dan menjadi buaya putih, Aji Saka diangkat menjadi raja Medhang Kamulan dengan gelar Jaka atau Empu Lodang Widayaka, atau Prabu Aji Saka.

Setelah menjadi raja, Aji Saka ingat akan dua anak abdinya yang ditinggalkan di pulau Mejati, yaitu Ki Dora dan Ki Samboda. Maka diutus abdinya yang lain untuk memanggil kedua abdinya itu. Yang datang adalah Ki Dora sedang Ki Samboda masih tetap di Pulau Majeti menunggui pusaka Aji Saka seperti pesan yang pernah ditinggalkan oleh Aji saka. Melihat kenyataan tersebut, maka Ki Dora disuruh kembali memanggil Ki Samboda dengan membawa keris pusakanya sekali. Tetapi lama sudah kedua abdi itu tidak kembali. Maka Aji Saka memutuskan Ki Duga dan Ki Prayuga ke Pulau Majeti. Dua Prayuga sampailah di Pulau Majeti ditemukan bahwa Ki Dora dan Ki Samboda telah kedapatan mati bersama. Melihat keadaannya keduanya habis berkelahi dan mati sampyuh .

Ing Pulau Mejati Nora kepanggih pun Dora Samboda inulatan, kepanggih mati karone ANACARAKA lampus, labet DATASAWALA sami, sakti PADHAJAYANYA, sakti sareng lamus, MANGGABATANGA sih, sandagane karone magsih sinanding, suku pepet, cokro pengkal. ( Ibit : 21 ) melihat kematian Dora Samboda tersebut, Duga Prayoga segera kembali ke Medang Kamulan, atur periksa kepada Prabu Jaka. Prabu Jaka menerima laporan tersebut sangat sedih sebab sebenarnya dialah yang bersalah. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka Prabu Jaka menceritakan CARAKA JAWA yang terdiri dari empat kalimat ( Utusan berjumlah empat orang ) dan masing - masing kalimat terdiri dari 2 huruf Nglegena ( peristiwa itu mengenai lima orang jadi CARAKA JAWA berjumlah dua puluh buah, caraka jawa itu dapat hidup dan berguna bagi kehidupan umat manusia harus disandangi dengan suku, wulu, cakra, cecak, pengkal, taling, taling tarung, layar dan sebagainya. Sedang huruf itu ada beberapa yang mati kalau dipangku

Susunan caraka jawa itu adalah :

HA NA CA RA KA

DA TA SA WA LA

PA DHA JA YA NYA

MA GA BA THA NGA

Caraka jawa tersebut disusun berdasarkan tua mudanya sastra, yaitu “sastra sandi sarimbagi”, setelah ditambah dengan huruf hidup : I, o, u, e, e menjadi berjumlah 25 buah kemudian ditambah lagi dengan pengkal, cakra, keret, cecak dan wignyan jumlah menjadi 30 buah. Lengkaplah sudah cara jawa dapat hidup dan kehidupan manusia didunia .

Dengan karya tersebut menandakan bahwa Aji Saka adalah seorang Brahmana yang wignya, mahir dalam segala ilmu dan ngilmu lahir dan batin. Walaupun sudah menjadi raja, Aji Saka masih tetap melalukan kesenangan lamanya, yaitu pergi menyepi, bertapa di hutan dan gunung keramat .

Pada suatu hari Aji Saka sedang menyepi di hutan dia melihat seekor ular naga yang sedang bertapa di sebuah goa. Aji Saka panas hatinya, ular tersebut dibunuhnya setelah ular naga itu mati terdengarlah suara .

Sikaara mateni ulo taami, busuk tembe Prabu Saka sirna anggabung kelanange pujangga muskha sampun ( Ibit : 44 ).

Suara tersebut berasal dari arwah ular naga yang mati itu. Dan umpatan ular itu nantinya menjadi kenyataan. Pada suatu hari Aji Saka ingin nantinya menjadi kenyataan. Pada suatu hari Aji Saka ingin menengok Nyai Janda Sengkeran. Dahulu ketika dia datang pertama kali di negara Medang Kamulan dia mengetahui Nyai Janda mempunyai seorang anak perempuan yang cantik putri tersebut sekarang mestinya sudah dewasa anak itu bernama Retno Dewi Rarasati. Ketika dia sampai ke rumah janda tersebut dia melihat Retno Dewi Rarasati sedang menumbuk padi. Kainnya terbuka keatas dan kelihatanlah pahanya yang mulus. melihat hal tersebut Aji Saka jatuh birahinya. Dia tidak menahan asmaranya maka jatuhlah air maninya ke bumi kebetulan pada waktu itu ada seekor ayam kate putih simbar delima milik Nyi janda. Air mani itu dimakannya kemudian pergi dilain pihak Retno Dewi Rarasati melihat Aji Saka seperti kena gendam dan jatuh cinta nafsu asmaranya tidak tertahankan, maka noktahnya jatuh cinta. Nafsu asmaranya tidak tertahankan maka noktahnya jatuh ke bumi. Noktah itupun dimakan oleh ayam kate tersebut .

Kehendak Dewata tidak dapat diingkari. Ayam tersebut kemudian bertelur sebutir. Prabu Aji Saka sangat malu dengan peristiwa tersebut, inilah pembalasan ular naga yang mati di bunuhnya selanjutnya telur tersebut diambil nyi janda dan ditaruh di padaringan. Aneh, beras di padaringan tidak habis - habis walaupun tiap hari diambil berasnya bahkan bertambah banyak. Kemudian telur itu dipindahkan kelumbung tempat menyimpan padi. Dilumbung telur itu menetas menjadi seekor ular naga yang sangat besar, Nyi janda Sengkeran sangat takut pada ular itu kemudian dia berlari untuk menghadap patih melaporkan peristiwa tersebut. Kemanapun Nyi janda pergi selalu diikuti ular naga tersebut. Akhirnya sampailah kehadapan patih terngger. Ki Patih sangat takut melihat ular tersebut lebih mengherankan lagi bahwa ular itu dapat berbicara seperti manusia .

Pujangga Gumuyu suka, kaki patih ojo wedi lan tho payo podha lengah, mengko suntutur rumiyen, Ki patih langkung ajrih, gumeter nggennyo alungguh, ngucap gugup agreragapan. Tik saka apa siriki, tanpa sangkan sumabur ponang pujangga. Tata jalma bisa ngucap. Kulo niki kaki patih, arsa sowan Kanjeng Rama ing Medang Srinarapati. Ki Dipati marijrih, wus sarep ing penggalih ( serat sindula : 46 ) .

Mendengar perkataan ular yang dapat bercakap - cakap layaknya seperti manusia Ki Patih tidak lagi. Maka dia melaporkan hal tersebut kepada Prabu Jaka. Menerima laporan tersebut, raja sangat malu. Dia teringat akan peristiwa masa lalu dengan Retno Dewi Rarasati. Kenyataan itu harus dihadapi dan diterimanya. Akhirnya dia berkata, bahwa laporan itu dia terima dan ular itu diberi nama ular linglung atau Jaka linglung. Raja mengakui sebagai putranya dengan syarat Jaka Linglung dapat membunuh mungsuh utamanya, yaitu Dewata Cengkar, yang sekarang telah beralih menjadi buaya putih bertahta di laut selatan. Jaka linglung menyanggupinya. Maka berangkatlah dia ke laut selatan. Jalan yang dilaluinya menjadi rata, maka dia masuk ke bumi, dan timbul kembali ke laut selatan.

Ingkang kamargen waradin nadyan jurang pan wiradin, kasuwen ambeles mangidul, lebul telengin samudro. [ ibit ;48 ]

Di laut selatan, dia ketemu dengan Ratu Angin ( Ratu Kidul ) yang sedang dilanda kesedihan, karena rakyatnya sedang mendapat gangguan hebat dari rakyat buaya putih Dewata Cengkar. Mengetahui kedatangan Jaka Linglung hendak membunuh Dewata Cengkar itu, Ratu Kidul sangat senang hatinya. Bahkan dia berjanji bila jika linglung dapat membunuh Dewata Cengkar, dia akan mengabdi kepadanya. Dijadikan Raja Selatan, walaupun sebentar, dia akan dijadikan menantunya dikawinkan dengan anaknya : Retno Blorong, kenyataannya Jaka dapat membunuh Dewata Cengkar dan janji Dewi Angin Angin dipenuhi (Ranggawarsito; Witorotyo 111, 1992 , 122 -12 ).

Setelah beberapa lama di laut selatan, Jaka Linglung minta ijin kepada Ratu Kidul untuk kembali ke Medang Kamulan. Berangkatlah dia dengan Istrinya Retno Blorong ke Medang Kamulan.

Dia mengarah ke barat, lewat Samudra, masuk ke dalam tanah, timbul kembali di tanah pasundan. Masuk ke tanah lagi timbul di Jawa Tengah itu sebabnya di Jawa banyak ditemukan sumber air yang mengandung garam ( Bleng ), sebab sumber itu merupakan petilasan Jaka Linglung tersebut. Dalam perjalanannya diteruskan ke timur lewat bawah tanah dan muncul kembali ke Demak di Desa Walak. Masuk ke tanah lagi dan muncul kembali di Grobogan dan berhenti di rawa - rawa garam .

Medal teleng jalat ri ambles pratala weruh benggang jebul ngardi nenggih in Pasundan milo ing sak puniko kuto Bleng ing tanah jawi, patilasan niro sang Linglung ngudi milo malih majin bumi jebul Demak, ing wala wastaniki, ambles malih ing pantala, anjebol ing Grobogan ing Ngumpak lami.(Sindula : 52).

Dari Ngembak ( Rawa - rawa ? ) Jaka Linglung meneruskan perjalanan ke Banyuwangi, terus ke Jana Cerewek, ke Banjar, Dikil. Di Jati, Jaka Linglung tidur, disitu upasnya jatuh. Tempat jatuhnya upas itu kemudian dinamakan Desa Gasak. Disinilah kemudian ada “Bleduk Upas“ yang tidak dapat dimakan. Jaka Linglung melanjutkan perjalanan sampai ke Kuwu. Disini agak lama. Dari Kuwu inilah Jaka Linglung datang menghadap Prabu Jaka di Medang Kamulan sejak itulah dia diterima sebagai Putera Prabu Jaka. Oleh Prabu Jaka, Jaka Linglung diangkat sebagai Putra Mahkota dengan gelarnya Prabu Anom Linglung Tunggul Wulung. Istana Kadipaten kemudian dipindahkan ke Desa Kesanga. Sedang istrinya Retno Blorong ditempatkan di Grobogan di Desa Ngembak, wilayah Medang Kana. Kedaton Kesanga disebut pula Kedaton Kadipaten, Tumenggungan, Kariyan Panggabean atau Kranggan. Beberapa waktu menjadi Adipati Anom Tunggul Wulung kemudian pergi bertapa di Tunggul Wulung Kesanga.
Sumber : http://www.grobogan.com/

Agrowisata Kaligua

perkebunan teh kaligua
Perkebunan teh Kaligua merupakan kawasan wisata agro dataran tinggi yang terletak Kaligua di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, kab. Brebes, Jawa Tengah. Tepatnya di wilayah Brebes bagian Selatan. Wisata agro Kaligua dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah dan merupakan diversifikasi usaha untuk meningkatkan optimalisasi aset perusahaan dengan daya dukung potensi alam yang indah. Hasil pengolahan perkebunan teh Kaligua adalah berupa produk hilir teh hitam (black tea) dengan merk “Kaligua” dalam kemasan teh celup dan serbuk. Jadi wisatawan yang berkunjung dapat langsung menikmati hangatnya teh hitam (black tea) Kaligua atau dapat membeli sebagai oleh-oleh.

Aksesibilitas Lokasi wisata agro Kaligua terletak sekitar 10 kilometer dari arah kota Kecamatan Paguyangan, atau sekitar 15 kilometer dari Bumiayu. Jalur transportasi dapat ditempuh melalui jalur utara via Brebes atau Tegal-Bumiayu-Kaligua, Cirebon-Bumiayu-Kaligua, dan jalur selatan via Purwokerto-Paguyangan-Kaligua. Jalur tersebut dilewati jalan utama Tegal-Purwokerto, tepat masuk lewat pertigaan Kaligua, Kretek. Perjalanan mulai berkelok-kelok, dan naik-turun.

Geografis

Perkebunan teh Kaligua berada pada ketinggian 1200 - 2050 m dpl. Kondisi udara sanagt dingin, berkisar 8-22 C pada musim penghujan dan mencapai 4-12 C pada musim kemarau. Jadi tidak heran kalau wilayah perkebunan teh ini hampir selalu diselimuti kabut tebal. Perkebunan teh tersebut terletak di lereng barat gunung Slamet (3432 m dpl)yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau jawa setelah gunung Semeru. Dari salah satu tempat di perkebunan teh Kaligua kita dapat menikmati keindahan puncak gunung Slamet dari dekat, yaitu puncak Sakub. Nah jika ke Kaligua maka sempatkanlah untuk menikmati keindahan panorama indah, sekaligus kita dapat melihat keindahan gunung Ciremai, Tegal, dan Cilacap.


Sejarah

Perkebunan teh Kaligua merupakan warisan pemerintahan kolonial Belanda. Pabrik dibangun pada tahun 1889 untuk memproses langsung hasil perkebunan menjadi teh hitam. Kebun ini dikelola oleh warga Belanda bernama Van De Jong dengan nama perusahaan Belanda John Fan & Pletnu yang mewakili NV Culture Onderneming. Sebagai penghargaan makam Van De Jong masih terawat sampai saat ini di lokasi kebun Kaligua.
Konon pada saat pembanguan pabrik, para pekerja membawa ketel uap dari Paguyangan menuju Kaligua ditempuh dalam waktu 20 hari. Peralatan tersebut dibawa dengan rombongan pekerja yang berjalan kaki naik sepanjang 17 km. Selama proses pengangkutan tersebut, para pekerja pada saat istirahat dihibur oleh kesenian ronggeng Banyumas. Sampai sekarang setiap memperingati HUT pabrik Kaligua 1 Juni selalu ditampilkan kesenian tradisional tersebut.

Fasilitas :

Kawasan wisata agro Kaligua memberikan banyak pilihan untuk wisata. Sebab, terdapat beberapa situs wisata menarik yang berada di seputaran Kaligua. misalnya Gua Jepang, Tuk Benih, Gua Angin, Makam Pendiri kebun Van De Jong. Beberapa vila milik perkebunan bisa dimanfaatkan oleh pengunjung yang ingin bermalam. Kawasan perkebunan teh Kaligua, selain menarik untuk sarana wisata keluarga, juga sangat cocok untuk refreshing bagi orang kota yang setiap hari disibukkan oleh rutinitas kerja. Untuk melayani wisatawan, pihak perkebunan menyediakan fasilitas homestay (penginapan) yang cukup baik.
Fasilitas ; penginapan, wisma Flamboyan (6 kamar),Wisma Dahlia (3 kamar), Wisma Kenanga (2 kamar),Wisma Anggrek (2 kamar), Gedung Pertemuan, Areal Camping,Areal outbond, Gazebo, Lapangan Sepak Bola, Lapangan Tenis, Lapangan Volley, Tennis Meja & Billyard, Tea & Coffee corner (kafe), Hiburan Musik Orgen Tunggal, Jasa Layanan Teh & Catering, Pusat Layanan Kesehatan, Sarana Ibadah

Penunjang

Tak jauh dari lokasi tersebut, di sekitar Pandansari, terdapat sebuah tempat wisata yang tergolong langka. Yakni, sebuah telaga yang dihuni jutaan ikan lele jinak (Telaga Ranjeng). Lokasi telaga itu berada di tengah hutan lindung dan masih berada dalam pengawasan Cagar Alam Nasional.


Paket Wisata : 1. Wisata Edukasi/ilmiah ; perkebunan teh, budiadaya, persiapan benih, pemeliharaan, panen, pengolahan pabrik, produk siap seduh. Umumnya para pelajar dan mahasiswa sering berkunjung ke Pabrik untuk melihat langsung budidaya teh dan proses pengolahan teh.

2. Wisata Rekreasi Keluarga (Family gathering) dilengkapi taman bermain anak, kolam renang air hangat untuk anak-anak. Umumnya pada hari libur nasional dan hari minggu banyak yang berkunjung ke kebun teh dan danau renjeng.

3. Wisata historis/budaya.

4. Wisata Petualangan ; permainan & outbond dapat juga sebagai pos awal pendakian menuju gunung Slamet. Setiap musim liburan sekolah banyak para siswa yang mengadakan kegiatan kemah, sekaligus outbound. Disamping itu karyawan perusahaan swasta di wilayah Brebes, Tegal, Cirebon, dan Purwokerto juga mengadakan corporate gathering. Perusahaan swasta besar dari Jakarta juga pernah mengadakan pertemuan di kebun Kaligua

5. Wisata bisnis ; MICE (Meeting, conference, incentif, exhibition)

6. Wisata kebun (stroberi, kubis, kentang, tanaman hias)

7. Wisata olahraga (tennis, sepak bola, bola voli, billyard)

Pemandian Air Panas Guci

Legenda*
Sahibul hikayat, air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat, masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci. Tapi karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan, mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini. Nah, Sampai saat ini, setiap malam Jumat Kliwon, banyak orang datang dan mandi di tempat pemandian air panas ini untuk mendapat berkah.
Apa yang anda bayangkan begitu teringat nama Tegal? Warteg, Martabak, atau Teh Poci Apapun jawabannya, semuanya memang identik dgn Tegal. Jadi orang Tegal patut bangga.

Membayangkan nikmatnya seruput teh tubruk Slawi, dengan gula batu, dituang dari Poci tanah liat... hhem nikmatnya... Ini mengingatkan kenangan masa silam saat-saat sebelum Sosro melahirkan teh celup. Teh tubruk sekarang agak sulit dicari, kecuali pada momen tertentu barangkali, nostalgia atau anda datang langsung ke Tegal.

Cerita tentang Teh Poci, teringat Guci. Guci sebuah poci pancuran besar yg berasal dari alam. Airnya mengepul panas dari perut bumi, yang ditampung di dalam kolam, membentuk pemandian umum.

Tua, muda, lelaki, perempuan berendam bersama-sama. Penikmatnya duduk leyeh-leyeh menikmati hangatnya pancuran ditengah dinginnya pegunungan Slamet. Air panas bercampur belerang, meregangkan otot yg kaku kedinginan, juga memberikan efek penyembuhan kulit2 yang sudah menua. Mitos dan kenyataan tentang air belerang ini sudah diakui berlaku di gunung manapun.

Guci pemandian alam yang khas Tegal, siapapun tanpa memandang jenis kelamin atau usia, semuanya dipersilahkan duduk tenang berendam, tak perlu risih berbaur dipancuran yg sama. Buat yang sedikit malu-malu kucing, boleh pake kaca mata gelap, asal jangan lirak-lirik saja.

Ada 13 pancuran umum dan 10 air terjun alam. Tinggal pilih, semuanya baru keluar dari sumber mata air yg sama. Guci berada 40 km di selatan kota Tegal. Ambil jurusan ke selatan menuju Slawi, terus aja ke selatan lewat Lebaksiu, ke arah Purwokerto. Lebaksiu itu kota kecamatan kecil dimana sebagian besar penduduknya migran pedagang martabak di kota2 besar dari

Sabang sampai Marauke, termasuk semua yg ada di Bontang. Jadi kalau beli martabak biar dikasih murah, tebak aja penjualnya, "mas kulo saking Tegggalll, bapake Lebaksiu-ne pundi ?" Setelah itu ada penujuk jalan yg menunjukkan tanda arah Guci, belok kiri lewat Bumi Jawa, desa Tuwel dan akhirnya mentok diatas di ketinggian 1,050 meter dpl.

Guci sudah komersial, jadi anda bisa mendapatkan banyak pilihan dari melati sampai bintang empat. Ada sarana rekreasi ikutan spt menunggang kuda dan hiking. Dari yang sekedar menikmati keindahan alam, memperbaiki kulit, ataupun yang sedang mencari pesugihan. Suasana pegunungan dan keramaian yang ada mirip peristirahatan di Puncak Pass Cianjur. Sayur2an segar dari kebun di lereng2 gunung banyak dijajakan, dan biasa dibawa sebaga buah tangan.

Guci tempat yang cocok untuk liburan keluarga. Pada musim liburan, mungkin terlalu ramai, tetapi buat yang punya masalah kulit tidak usah ragu2 untuk berendam bersama, airnya jernih dan terus mengalir dan tentunya mumpung.
Sumber : http://www.navigasi.net/
 
Copyright © 2003. Paradiso Tour - All Rights Reserved
Proudly powered by Jimny Nekat
Semarang : Jl. Kol. H.R. Hardijanto, RT. 01 RW. IV, Sekaran Gunungpati, Telp. (024) 86458302, 081901095344 / 081327965326
Banjarnegara : Jl. Raya Wanadadi – Punggelan KM.03 Badakarya, Telp. (0286)5985338 / 085 747 138 766
Batang : Pandansari, RT. 5/II No. 08 Warungasem. Telp. 0815 696 5059