Paket Wisata Jawa Tengah | Paket Wisata Semarang | Karimunjawa | Rafting: makanan
Headlines News :

Latest Post


Tampilkan postingan dengan label makanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label makanan. Tampilkan semua postingan

Soto Kriyik Purbalingga



Indonesia memang sangat kaya akan keanekaragaman kuliner. Terdapat beberapa jenis kuliner yang sangat terkenal dan di antaranya adalah soto. hampir di tiap daerah di indonesia ada kuliner ini, tentunya dengan ciri khas masing. Pasti kita sudah mengenal soto lamongan yang asalnya adalah lamongan, di daerah banjar kalimanan ada soto banjar, dan kini kita akan ke purbalinggga untuk mencicipi soto khas daerah sini, yaitu soto kriyik. Jika sedang di Purbalingga, jangan lupa untuk mencicipi soto kriyik. soto ini paling enak disantap bersama pindang telur dan kepala ayam saat panas.

Soto kriyik sebenarnya tidak berbeda jauh dengan soto pada umumnya, tetapi yang membedakan soto ini adalah taburan kriyik di atasnya pada saat di sajikan. kriyik adalah tepung beras yang digoreng sangat garing sehingga sangat renyah. jadi kriyik ini di tabur saat soto akan di hidangkan.

Di daerah kota purbalingga kita akan denganmudah menemukan warung yang menyajikan kuliner khas ini, dan biasanya sebagai teman menyantap soto kriyik di sajikan kepala dan bagian-bagian badan ayam yang digoreng garing, kerupuk, Telur pindang dan lain-lain. salah satu warung yang terkenal dengan kuliner khas ini adalah Soto Kriyik Bu Karsini yang sudah buka cabang di Jl. MT Haryono Purbalingga dan Jl. Prof Dr. Suharso Purwokerto ini. jadi jangan sampai anda lewatkan saat sedang berada di purbalingga.

Biasanya ada 2 jenis soto yang ditawarkan, yaitu biasa atau komplet. Yang membedakan keduanya adalah telor pindangnya. seporsi harganya kira-kira Rp 9.000 untuk yang komplit. Pembeli juga bisa minta topping tambahan berupa kepala ayam. Kepala ayam ini pun digoreng sangat garing sehingga rasanya seperti makan kerupuk yang krispi. Saya lihat orang di sebelah saya sampai meminta 2 kepala ayam yang langsung diremukkan di atas kuah soto yang kemepul.

Sumber : duniakuliner.info

Baru Bakpia Tawang Mangu


BAKPIA pathok Yogyakarta, tentu sudah tak asing di telinga. Tapi bakpia Tawangmangu? Bisa jadi Anda belum pernah mendengarnya. Jika belum, bisa dimaklumi karena camilan itu memang belum lama beredar di pasaran.

Berbeda dengan bakpia pathok yang biasanya berisi kacang hijau, isi bakpia Tawangmangu adalah pisang raja dan ubi cilawu. Rasanya? Maknyus. Tak kalah nikmat dengan bakpia-bakpia yang sudah terkenal lebih dulu di pasaran.

Kreator bakpia yang kini jadi salah satu oleh-oleh khas objek wisata di lereng Gunung Lawu itu adalah Sukatno. Bagi penikmat kuliner ekstrim, nama Sukatno tentu tidak asing karena dia adalah pemilik Warung Makan Gunungmas, yaitu satu-satunya warung makan yang menyediakan menu olahan daging landak. "Bakpia ini mulai saya kembangkan sejak dua bulan terakhir," kata pria berusia 69 tahun ini.

Sukatno mengaku, ide awal membuat bakpia itu karena dia tipe orang yang tidak suka mengikuti tren. "Saya ini senang membuat sesuatu yang belum ada. Yang sudah ada dan yang belum ada itu lebih banyak yang belum ada. Ini yang perlu digali. Nah, bakpia isi ubi cilawu dan pisang raja ini kan di sini belum ada," jelasnya.

Sengaja dia membuat bakpia dengan isi ubi cilawu dan pisang raja, agar ada ciri khasnya. Sekadar tahu, pisang raja banyak ditemukan di Tawangmangu, sedangkan ubi cilawu, sebenarnya sebenarnya ubi cilembu yang dibudidayakan di Tawangmangu.

"Dulu saya diajak studi banding soal budidaya ubi cilembu oleh LPM UNS ke Bandung. Sepulang dari sana, ubi ini dibudidaya di Tawangmangu dan berkembang baik. Tahun 2004, saya panen dan Bu Rina (Rina Iriani, Bupati Karanganyar) hadir. Beliau yang memberi nama ubi cilawu, perpaduan ubi cilembu yang berkembang di lereng Lawu," paparnya.

Respon Bagus

Melihat dua potensi alam tersebut, otak kreatif dan naluri bisnis Sukatno bersinergi, hingga kemudian lahir bakpia Tawangmangu. Untuk pembuatannya, dia dibantu karyawan yang juga mengurusi warung makan miliknya. "Untuk isi bakpia, pisang raja saya beli di pasar. Kalau ubi cilawu, hasil dari kebun sendiri," tuturnya.

Selama dua bulan berproduksi, bakpia Sukatno mendapat respons bagus dari pasar. Setiap pekan, setidaknya 200 dus bakpia dia lempar ke pasaran. Tiap dus berisi 16 biji bakpia.

"Ada yang saya jual di warung makan saya, ada yang dititipkan ke toko-toko dan hotel di seputar Tawangmangu. Harga jual dari saya Rp 11 ribu. Tapi toko mau jual berapa, terserah mereka," ungkapnya.

Dia mengaku pemasaran bakpia buatannya baru di seputaran Tawangmangu. Dengan adanya bakpia tersebut, berarti melengkapi daftar menu khas Tawangmangu yang lahir dari tangan Sukatno.

Selain sate landak, pria yang memperoleh seabreg penghargaan karena kegigihan dalam berwirausaha itu juga sudah melahirkan menu khas bir plethok, yakni minuman yang terbuat dari 12 macam rempah-rempah. (Irfan Salafudin / CN26 )

Sumber : Suara Merdeka

Kacang Dieng

Kacang dieng ini pohonnya tegak ± 1 m, dan tumbuh mirip buncis yang berisi 3 sampai 4 biji. Biji kacang dijemur/ dikeringkan biasanya di atas atap rumah.

Keping biji mirip bentuk babi (bulat lonjong) dan sejak dahulu disebut kacang babi karena bentuknya, dan juga banyak hama babi hutan menyerang ladang petani dan merusak. Akan tetapi, tanaman kacang ini tidak dirusak/ diganggu (babi hutan tidak suka). Itu pula sebabnya disebut kacang babi. Hasil kacang digoreng dan dikemas (home industry), dengan nama “Kacang Dieng” yang terkenal.
Kacang ini banyak di produksi di daerah Dieng, wonosobo

Mie Ongklok Khas Wonosobo

Mungkin anda pernah mendengar sejenis masakan mie yang disebut mie ongklok. Makanan ini ternyata khasnya adalah asli Wonosobo dan memang berasal dari sana. Meski Jenis Mie ini tidak setenar Mie Ayam atau mungkin Bakmi namun ada patutnya mencoba menikmati mie ongklok karena jelas rasanya maknyus punya. Sebetulnya ada beberapa penjual mie ongklok yang merambah ke kota-kota lain namun saya betul” menyarankan untuk mencobanya langsung di Wonosobo. Apa pasalnya ??? saya yakin luweh maknyus dan mantep tenan alias T O P karena anda bisa mencicipi langsung dari depo mie ongklok yang paling terkenal di Wonosobo dan sekaligus hawa dingin kota Wonosobo akan membuat masakan apapun terasa lebih nikmat. Nah jadi kapan ke Wonosobo ????

Mie ongklok dimasak dari ramuan bahan terpilih halah seperti mie mentah, kubis, kucai yang kemudian dimasukan dalam saringan kemudian dikocok - atau diongklok dalam Bahasa Jawa - di dalam kuali berisi air panas yang sudah dibumbui. ketika mie sudah masak kemudian ditambahkan ebi dan kuah kental khas dari bahan tepung kanji. Nah ketemu kan kenapa namanya mie ongklok, yang bikin nikmat lagi mie ongklok disajikan dengan sepiring sate ayam plus bumbu kacang.

Kebayang kan rasanya "dingin" sambil menikmati mie ongklok apalagi selain nyaman diperut bakalan nyaman dikantong karena harganya cukup murah (walaupun tidak bayar). Jadi kalo anda kebetulan lewat atau sengaja main ke Wonosobo pastikan anda mampir mencoba mie ongklok. Dan satu lagi, jangan lupa pastikan anda mencoba juga tempe kemul dan teh anget di Wonosobo. Namun hal yang satu ini kurang saya sarankan, karena beli satu mie ongklok belum kenyang, jadinya harus TANDUK

Sumber : luxsman.blogspot.com

Kuliner Jepara?

Dalam wikipedia (situs yang dipopulerkan oleh Jimmy Wales dan Larry Sanger pada 2001), disebutkan beragam makanan khas Jepara. Diantaranya: adon-adon coro, es gempol, es pleret, dawet Jepara, rondo royal, klenyem, kenyol, nogosari, moto belong, poci, kuluban, pecel ikan laut panggang, horok-horok, bontosan, sate udang, terasi Jepara, durian petruk, gereh iwak teri, latuh/ lato, blenyik, dan sutet (susu telor tegangan tinggi).

Adalah adon-adon coro, minuman jahe dengan campuran santan yang dilengkapi irisan kelapa bakar, yang disajikan hangat. Moto Belong merupakan makanan dari ketela, dibungkus dengan daun pisang dan tengahnya diisi buah pisang masak. Makanan yang disajikan dengan dipotong-potong agak miring ini menyerupai bola mata dan dimakan dengan kelapa yang diparut dicampur sedikit gula.
Horok-horok, makanan yang terbuat dari sagu, berbentuk laiknya busa sterofom yang kenyal dengan rasa sedikit asin. Biasanya dimakan sebagai campuran bakso, gado-gado dan pecel.

Sayangnya kesemua makanan yang penulis uraikan, hanya ditemukan di Jepara saja dan belum membumi di kota atau daerah lain. Menyebut jenang, yang terbersit di hati adalah kota kudus. Begitu juga saat mengatakan soto, maka soto kudus sudah begitu populer di di Kudus maupun daerah lain.

Yogyakarta selain sebagai kota pelajar, sebutan kota gudeg pun telah mendarah daging, sehingga tak salah jika para wisatawan yang berkunjung tidak akan melupakan untuk sekadar mencicipi makanan yang berbahan dari lontong dan sayur lodeh tersebut.

Maka dalam rangka menegaskan makanan khas kota ukir diperlukan kerjasama berbagai pihak. Menjadi pekerjaan rumah besar (PR) besar bagi pemerintah kabupaten untuk memopulerkan makanan khasnya. Minimal dalam setiap tahun pemerintah menggelar even festival makanan khas. Selain itu perlu didirikannnya pusat jajan khas Jepara. Sehingga para wisatawan saat akan pulang membawa oleh-oleh makanan khas.

Pemerintah kabupaten juga berkewajiban memberikan bantuan modal bagi penjual dan perajin. Sehingga mereka yang kekurangan dana akan tetap bertahan dengan pekerjaannya.

Bagi para penjual dan perajin, selain membuka warung di kota kelahiran, tidak ada salahnya jika membuka cabang di daerah lain. Hal ini dilakukan dalam rangka membumikan makanan khas di daerah atau di kota lain. Yang terpenting, dengan menyebut nama "Jepara" sebagai identitas bahwa makanan tersebut memang berasal dari daerah yang bersangkutan.

Peranan media juga sangat diperlukan. Peran media cetak dan elektronik dibutuhkan dalam rangka menyosialisasikan makanan khas Jepara di kancah regional maupun nasional.

Tidak ada kata terlambat untuk memopulerkan makanan khas Jepara. Sehingga kerjasama berbagai pihak sangat diharapkan agar gagasan ini segera tercapai. Nantinya saat menyebut nama Jepara bukan hanya populer dengan banyak jenis kerajinannya, akan tetapi lebih dari itu Jepara juga terkenal dengan beraneka ragam makanan khas. Semoga.

Syaiful Mustaqim, penggiat Smart Institute Jepara

Tahu Baxo Bu Pudji, Ungaran Semarang

BELUM lengkap rasanya ke Ungaran bila tidak beli oleh-oleh tahu bakso. Barangkali pernyataan itu tak salah. Coba saja cicipi Tahu Baxo Bu Pudji, pasti akan ketagihan. Cita rasanya berbeda dengan tahu bakso umumnya yang banyak dijual di pasaran. Dari gigitan pertama sampai terakhir baksonya terasa.

Berbentuk kotak segi empat, di dalamnya ditanam bakso yang gurih. Semakin enak bila dinikmati dengan cabe rawit hijau nan pedas.

Sri Lestari atau akrab dipanggil Bu Pudji ini pencetus tahu bakso sebagai oleh-oleh khas Ungaran. Outlet “Tahu Baxo Bu Pudji” dan aneka bakso di Jalan Letjen Suprapto No 24 Ungaran tak pernah sepi pembeli. Bahkan, banyak yang rela antre demi mendapatkan tahu bakso ini. Umumnya, tahu bakso itu untuk oleh-oleh. Satu bungkus tahu bakso goreng berisi 10 biji harganya Rp 16 ribu, sedangkan tahu bakso basah atau belum digoreng Rp 15 ribu.

Apa keistimewaan tahu bakso Bu Pudji? Rasanya gurih, tidak terlalu asin, pas di lidah. Baksonya tidak sekadar hiasan atau cuma menempel di tahu, tapi mulai dari gigitan awal sampai terakhir terasa. Tak salah bila disebut tahu bakso, karena merupakan paduan tahu dan bakso. Bentuknya juga menarik, rapi, rata dan rapat.

“Rapi, rata dan rapat menjadi motto kami. Tahunya rapi, bentuknya rata dan baksonya rapet,”ujar Sri Lestari didampingi suaminya Pudjijanto di outletnya kemarin (28/5).

Tahu dan bakso diproduksi sendiri. “Kami sangat memperhatikan kualitas bahan baku dan pembuatannya sesuai aturan-aturan yang memenuhi standar kesehatan. Jadi lebih terjamin kualitasnya,”jelas Pudjijanto sembari menambahkan pembuatan tahu sama sekali tidak menggunakan bahan pengawet seperti formalin.

Sejak awal buka usaha, dirinya menghindari hal itu karena tak ingin merugikan konsumen. Tak heran bila tahu baksonya hanya tahan sampai 2 hari, kecuali dimasukkan dalam lemari pendingin.

Dia mulai membuat tahu bakso pada 1995. Awalnya hanya dijual di kalangan teman-teman PKK, atau Dharma Wanita. Dari situ, tahu baksonya mulai dikenal luas. Sebelumnya hanya melayani kalau ada pesanan. Kemudian diputuskan setiap hari bikin. Karena setiap hari pasti ada yang membeli. Waktu itu dikenal dengan tahu bakso Kepodang karena Bu Pudji tinggal di Jalan Kepodang.

Tahun 1996, ia berjualan dengan gerobak dorong. Produksi tahu tiap hari hanya 100-150 biji, kemudian berkembang menjadi 1.500 pada 2002. Dan saat ini rata-rata tiap hari mencapai 10 ribu. Pada saat liburan Hari Raya Lebaran bisa sampai 15 ribu tahu setiap hari. Meskipun bermunculan pesaing baru, dirinya tetap eksis.

“Logikanya kalau banyak pesaing produksi kita berkurang. Realitasnya tidak, justru semakin bertambah dan bertambah. Saya juga tidak tahu kenapa bisa terjadi,”papar pria yang baru setahun pensiun itu.

Tahun 2002, pasangan suami istri ini pindah rumah, dari Jalan Kepodang ke Kutilang. Maka, nama tahu bakso Kepodang diganti menjadi Tahu Baxo Bu Pudji.

Diceritakan ibu 3 anak itu, ide membuat tahu bakso karena kepepet kebutuhan hidup. Gaji suami PNS dirasa tak mampu memenuhi kebutuhan yang semakin besar. “Tiap tanggal 10 gaji sudah habis. Jadi saya harus kreatif memutar otak mencari tambahan penghasilan,”papar perempuan berkerudung ini.

Semula mencoba bisnis pakaian, kelontong dan beberapa usaha lain, namun selalu menemui kegagalan. Lantas muncul ide bikin tahu bakso, ketika mencicipi tahu isi bakso di suatu acara. “Karena saya hobi masak, saya coba bikin tahu bakso,”katanya sembari tersenyum. Berkat tahu bakso, Bu Pudji tak lagi tergantung pada gaji suami yang pas-pasan. (lis/aro)
Sumber : http://kulinerkhassemarang.wordpress.com

Sejarah Legit Getuk Goreng Sokaraja

getuk goreng sokaraja
JIKA di Magelang terkenal dengan getuk basahnya, di Sokaraja lebih dikenal dengan kekhasan getuk goreng bersensasi manis dan gurih. Getuk unik ini terbuat dari olahan singkong (Cassava) yang dibumbui gula kelapa. Ada sejarah unik yang melatarbelakangi terciptanya makanan legit itu.

Kudapan ini ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1918 oleh Sanpirngad, seorang penjual nasi keliling di daerah Sokaraja. Pada saat itu getuk yang dijualnya banyak yang tidak laku, sehingga dia mencari akal agar getuk tersebut masih bisa dikonsumsi. Kemudian, getuk yang tidak habis dijual pada hari itu dia goreng, lalu dijualnya lagi. Ternyata, makanan baru ini justru lebih digemari oleh para pembeli.

Oleh Sanpirngad, warung tersebut diwariskan kepada Tohirin, menantunya. Di tangan Tohirin, getuk goreng mencapai masa kejayaan. Dia bahkan mampu mengubah sebuah warung nasi rames menjadi tiga buah toko getuk goreng di Sokaraja. Oleh anak cucu Tohirin, tiga toko itu dikembangkan lagi sampai akhirnya menjadi sembilan buah toko, delapan di antaranya di Sokaraja dan satu toko di Buntu Banyumas.

Di luar dinasti Tohirin, mereka pun mendirikan pusat-pusat jajanan khas Purwokerto dengan menu utama getuk goreng. Tak heran jika para penjual getuk goreng di sepanjang jalur Sokaraja-Purwokerto (Jalan Jenderal Soedirman) ini sebagian besar masih terikat darah. Sejak itulah, getuk goreng menjadi oleh-oleh khas Sokaraja.

"Getuk goreng yang sekarang banyak dijual di sepanjang Sokaraja ini tak lagi getuk yang tidak laku dijual, melainkan sengaja dibuat untuk digoreng," ujar Komar, salah satu generasi ketiga Tohirin yang membuka usaha getuk goreng dengan brand "Harum Manis" ini.

Jaga Kwalitas

Kini, rasa legit getuk goreng telah memikat ribuan orang. Karena itu pada masa menjelang dan sesudah lebaran tak sedikit pemudik yang menyempatkan diri mampir untuk membeli makanan tersebut sebagai buah tangan. Menyebarnya penjual getuk goreng di Sokaraja, membuat para pedagang berlomba-lomba menginovasinya, minimal mempertahankan ciri khas dan kwalitas resep turun-temurun.

"Getuk goreng memang tak bisa tahan lama, paling hanya tujuh hari. Karena itu perlu ada inovasi agar getuk goreng bisa berkembang pesat dan berdaya saing tinggi dengan penganan khas daerah lain," jelasnya Komar yang juga menggelar dagangannya di Jalan Jendral Soederman Sokaraja ini.

Dalam sehari, Komar yang mengelola usaha warisan bersama istrinya itu mampu menghabiskan 1,5 kuintal getuk goreng untuk dijual eceran maupun dalam jumlah banyak untuk didistribusikan ke para pedagang oleh-oleh di sekitar kota Purwokerto. Bahkan, menurutnya, jumlah pembelinya semakin meningkat selama arus mudik dan balik lebaran.

"Selain pemudik, tidak sedikit wisatawan domestik yang datang ke Sokaraja sengaja mencari getuk goreng yang legit ini," imbuh Komar.( Diantika PW / CN25 )

Sumber / Di Copy dari : suara merdeka

Warisan Tradisi Keluarga Lunpia

lumpia semarang
LUNPIA sudah begitu identik dengan oleh-oleh khas Semarang. Jajanan gorengan yang terbuat dari kulit tipis berbahan terigu yang diisi dengan rebung (bambu muda) dicampur telur dan udang ini mudah ditemui di berbagai tempat.

Selain digoreng, ada pula lunpia basah atau tanpa digoreng. Di pasar tradisional, warung, juga di pusat oleh-oleh. Dari sekian banyak penjual itu ada keluarga pembuat lunpia yang turun-temurun meneruskan dan mengembangkan usaha itu, yaitu keturunan Tjoa Thae Joe-Wasi.

Hingga kini usaha jualan lunpia itu diteruskan generasi keempat, yakni Siem Siok Lien atau Sri Iriani. Ia yang lebih akrab dipanggil Mbak Lien ini meneruskan usaha warung lunpia yang berada di Jl Pemuda Kampung Grajen.

Lokasi warungnya seperti terselip di antara toko-toko besar. Ada plastik yang dibentangkan dengan tulisan nama usahanya dipasang di mulut gang sebagai penanda. Kesibukan sejumlah karyawan terlihat, ada yang meracik isi lunpia, menggoreng, dan mengemasnya dalam besek (kotak makanan yang terbuat dari anyaman bambu).

Sementara sejumlah pembeli antre dengan duduk di bangku panjangn menunggu giliran mendapatkan lunpia, pembeli datang silih berganti. "Kebanyakan pembeli adalah pelanggan lama. Mereka datang ke warung, tinggal menyebut ingin dibungkuskan lunpia berjumlah berapa. Ada juga yang pesan lewat telepon,'' katanya.

Lien menjual lunpia dengan kekhasan tersendiri, yakni lunpia yang manis serta rebung yang tidak berbau pesing. Selain itu isian udang dan telur diperbanyak. Di pasaran, hampir semua lunpia ini berpenampilan sama. Tapi bagi lidah, ada hal hal yang membuat berbeda.

"Karena bisnis kuliner ini adalah soal rasa maka saya berusaha menjamin kualitas seperti yang dibuat pendahulu saya," katanya.

Lien menceritakan usaha tersebut diawali oleh pasangan Tjoa Thae Joe-Wasi. Tjoa yang meninggal dunia tahun 1930-an itu membuat cita rasa lunpia berdasar asal daerahnya, Fukien China. Karenanya masakan yang dibuat bergaya Hokkian.

Sementara Wasi, adalah penjual lunpia lokal dengan cita rasa manis asin. Keduanya menikah dan menyatukan usaha mereka. Saat itu usaha yang dikembangkan berlokasi di Gang Lombok Kawasan Pecinan. Selanjutnya usaha itu diteruskan anaknya, Siem Gwan Sing. Generasi ketiga, Siem Swie Hie membuka warung di Jl Pemuda dan berkembang hingga kini diteruskan oleh Lien.

Lien menjelaskan, beberapa keluarga keturunan Tjoa-Wasi ini juga meneruskan usaha menjual lunpia, di antaranya pamannya yang masih membuka warung di Gang Lombok dan sepupunya di Kampung Baris Jl Mataram. Ia sendiri mulai ikut mengelola warung sejak 20 tahun silam. Setiap hari warungnya buka mulai puku 08.00-21.30 WIB.

"Di Jalan Pemuda ini, usia warung saya sudah 60 tahun. Anak-anak saya sekarang juga ikut membantu menjalankan usaha ini. Keinginannya saya bisa membuka cabang lagi di kemudian hari," katanya.

lumpia semarang
Bagi Lien, lunpia sebagai oleh-oleh khas Kota Semarang harus berkembang. Semakin banyak yang berjualan lunpia maka jajanan ini pun semakin dikenal. Setiap pelancong yang mampir ke Kota Semarang bisa membawa lunpia ini sebagai oleh oleh khas, bersanding dengan bandeng duri lunak dan wingko babad.

Menurutnya banyak penjual-penjual lunpia baru bukan sebagai pesaing. "Semua sudah ada konsumennya sendiri," katanya. ( Moh Anhar / CN13 )

sumber : suara merdeka

Dawet Ayu Banjarnegara

dawet ayu banjarnegara
MINUMAN DAWET tentu tak asing bagi warga Banyumas dan sekitarnya. Apalagi bagi warga Banjarnegara. Rasanya yang segar danlegit membuat kita sering kangen untuk kembali meminumnya. Apalagi jika untuk berbuka puasa. Pas rasanya.

Minumah khas Banjarnegara dawet ayu sejatinya memili prospek bagus untuk dikembangkan menjadi wisata kuliner. Dalam ajang pameran dan promosi di Pusat Rekreasi Promosi dan Pembangunan Jawa Tengah di Semarang belum lama ini bisa omset Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta per hari. Jumlah ini terpaut tinggi dengan kuliner khas Banjarnegara lainnya.

Hanya saja, kata Kordinator promosi produk kerajinan dan UMKM Banjarnegara Teguh Wiranto, untuk pengembangan potensi kuliner masih terkendala legalitas merek.”Kita pernah mengusulkan agar dawet ayu memiliki legalitas merek. Namun belum diijinkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Penyebabnya sifat dawet ayu yang tidak tahan lama. Namun melihat minat warga luar daerah yang cukup tinggi terhadap kuliner ini, diharapkan menjadi rujukan untuk pengembangan potensi tersebut dari sisi yang lain,” ungkap Teguh Wiranto.

Teguh Wiranto mengatakan pameran tersebut digelar selama 26 hari. Sepanjang pameran berlangsung produk khas Banjarnegara ini tidak pernah mengalami penurunan omset yang drastis. Rata-rata penjualan di atas 500 gelas per hari. Jika dihitung harga per gelasnya Rp 3.000 maka pemasukan rata-rata sekitar Rp 1,5 juta per hari.

Ia mengatakan tujuan dari pameran ini adalah promosi. Meski demikian melihat antusias pengunjung pameran untuk menikmati makanan khas Banjarnegara ini, kedepan bakal menjadi bahan masukan bagiDisperindagkop untuk pengembangan potensi kuliner tersebut.

Beberapa produk khas Banjarnegara yang turut dipromosikan antara lain, kerajinan Bambu Mandiraja, beberapa makanan ringan dari Bara Snack, batik Gumelem dan keramik Klampok. Untuk kerajinan bambu dan makanan ringan total omset sekitar Rp 4,8 juta. Sedangkan untuk batik gumelem dari enam yang di pamerkan laku tiga. ”Untuk keramik sendiri omset pastinya belum diketahui. Karena di kelola oleh pengrajin. Namun untuk Batik, keramik dan kerajinan bambu tujuan utamanya hanya mempromosikan produk tersebut,” katanya. (banyumasnews.com/pyt)
 
Copyright © 2003. Paradiso Tour - All Rights Reserved
Proudly powered by Jimny Nekat
Semarang : Jl. Kol. H.R. Hardijanto, RT. 01 RW. IV, Sekaran Gunungpati, Telp. (024) 86458302, 081901095344 / 081327965326
Banjarnegara : Jl. Raya Wanadadi – Punggelan KM.03 Badakarya, Telp. (0286)5985338 / 085 747 138 766
Batang : Pandansari, RT. 5/II No. 08 Warungasem. Telp. 0815 696 5059